[Review] Paprika (2006) - This Japanese animation will make you go “what the f*ck?”


Sinopsis:


Di masa yang akan datang, akan ada pengobatan psikoterapi baru yang disebut 'terapi mimpi'. 

Atsuko Chiba, sang kepala penelitian sekaligus seorang psikiater wanita yang bertangan dan berwajah dingin, menggunakan sebuah device bernama DC Mini untuk menonton, merekam, dan memasuki alam mimpi pasiennya. Atsuko Chiba menggunakan alat ini secara diam-diam untuk membantu orang yang mempunyai masalah psikiatris. Chiba masuk ke dalam alam mimpi sebagai Paprika dan membantu menyelesaikan masalah pasien. Karena device tersebut masih berupa prototype yang belum sepenuhnya dikembangkan, pekerjaannya itu bersifat ilegal dan Chiba selalu bekerja dengan hati-hati. Salah satu bentuk kehati-hatiannya adalah Paprika, karakter alter-ego Chiba yang childish dan cheerful, yang selalu ia pakai dalam sesi-sesi psikoterapinya.


Sayangnya, sebelum alat ini diresmikan oleh pemerintah, 3 DC Mini dicuri dari tempat penelitian. Karena alat ini belum sempurna (masih dalam penelitian), DC Mini menjadi berbahaya karena pemegangnya dapat memasuki mimpi siapa saja dan mempengaruhi orang tersebut untuk berbuat jahat. Ketika semua prototype DC Mini dicuri, pelakunya bermain-main dengan alam bawah sadar orang-orang di sekitar Chiba. Korban-korban pun berjatuhan. Dunia nyata dan dunia mimpi seperti menjadi satu. Bersama Tokita, rekan kerjanya, Chiba mencoba mencari tahu siapa yg mencoba mengambil alih mimpi tersebut.


Awalnya Tokita mencurigai Himuro, asistennya, yang kemudian ditemukannya dalam keadaan seperti tak bernyawa. Himuro terjebak dalam mimpinya sendiri dan tak pernah bangun. Tokita mencoba masuk kedalam mimpi Himuro untuk "menyadarkannya", malangnya Tokita pun terjebak dalam mimpinya disaat dia menemukan bahwa Himuro pun sebenarnya telah dijebak. Keadaan makin kacau karena mimpi-mimpi mulai blend, menjadi satu. Mimpi yang satu terintegrasi dengan mimpi-mimpi lainnya, dan lebih kacau lagi karena antara mimpi dan kenyataan mulai menyatu, seisi kota mulai masuk kealam mimpi. Dan inilah yg menjadi tujuan utama dari orang yg menghijack mimpi tersebut. Di film ini juga diceritakan tentang seorang detektif yg tengah mengeksplorasi alam bawah sadarnya dibawah bimbingan paprika, Detektif ini juga yang pada akhirnya akan membantu Dr. Chiba.


In the end, Paprika Saves the day. yay.......!

(Too many spoiler? haha) Ada banyak lagi detail yang kayaknya gak harus saya ceritain. Mending ditonton deh.


Review:


Diadaptasi dari novel sci-fi berjudul sama (1993) karya Yasutaka Tsutsui dan disutradarai oleh Satoshi Kon, Paprika adalah film yang mengaburkan batasan antara realita dan fantasi. Tidak seperti filmnya yang colorful dan “terang”, Paprika tidak hanya menimbulkan mood ceria dan rasa childish. Ada juga adegan-adegan “gelap” yang mampu menimbulkan rasa takut, meningkatkan adrenalin, membuat penonton geli, dan tentu saja, menimbulkan decak kata-kata “what the f*ck?” dengan penuh kekaguman. Barangkali rasa menonton film Paprika sama dengan rasanya jadi tokoh yang akalnya dipermainkan dengan DC Mini.


“Paprika” memang seperti obat dengan dosis imajinasi yang pas untuk pada akhirnya dengan leluasa membius pikiran saya. Logika tak lagi perlu untuk dipatuhi, imajinasi tak lagi dibatasi, dan saya dibiarkan bebas untuk bermain sepuasnya di dunia mimpi, termasuk menyaksikkan apa yang tidak pernah saya lihat, sebuah parade mimpi. Peralatan rumah tangga, mainan, boneka, kodok-kodok peniup terompet, lampu lalu lintas, sampai gerbang kuil semua hidup, seperti menyambut kedatangan kita untuk pertama kalinya di dunia mimpi. Selanjutnya, adegan demi adegan penuh visual aneh, imajinatif, gila, akan menemani 90 menit petualangan saya di dunia mimpi, dengan seorang gadis cantik berambut pendek berwarna merah bernama Paprika yang berperan sebagai pemandu agar nantinya saya tidak tersesat disini.


Selain visualnya telah berperan dengan baik membuat saya betah dan menikmati setiap perjalanan penuh kegilaan-imajinasi, jalan cerita yang memuat narasi penuh teori fiksi ilmiah rumit juga punya peran sebagai sabuk pengikat saya dengan film ini. Teori-teori yang saling bersautan menjelaskan apa itu dunia mimpi, DC Mini, siapa itu Paprika, terapi mimpi, benar-benar membuat saya berpikir, mencerna baik-baik setiap kata yang diucapkan dokter Chiba dan kawan-kawan. Tapi jujur saja, fokus kepada teori dan secara bersamaan mencoba memecahkan teka-teki di film ini memang pekerjaan rumah yang tidak gampang. Alhasil saya tidak 100% bisa menangkap semua teorinya dan agak sedikit tersesat dengan apa yang sebenarnya terjadi. Tapi disitulah menariknya film ini, kerumitannya adalah kelebihan yang tersembunyi, umpan menggiurkan yang akan memancing saya untuk kembali menonton film ini untuk kedua kalinya. Hanya untuk menjawab setiap pertanyaan yang masih menggantung dan bersamaan juga ingin mengulang perjalanan menarik di dunia mimpi atau memang rindu dengan si cantik Paprika (hehehe…).


Visualnya yang menghipnotis, plotnya yang menyenangkan, dengan tambahan-tambahan teori yang menarik adalah senjata utama yang menjadikan “Paprika” dengan mudah bisa disukai dan dicintai. Karakter-karakternya juga dengan unik mengisi jalan cerita menjadi lebih menyenangkan, tak terkecuali Paprika sendiri yang tidak lain adalah bentuk lain (alter-ego) dokter Chiba di dunia mimpi. Cantik, terkadang lucu, serius, sekaligus misterius dan juga bisa menjadi gadis paling tangguh sebagai seorang heroine. Walaupun film ini terlihat “gelap” dan tampil serius, Satoshi dengan cemerlang bisa menempatkan humor-humor ditengah adegan-adegan yang sebenarnya menegangkan. Komedi, action, dan kadang juga horor memang saling bertumpuk disini menjadikan film ini hiburan yang lengkap dan tontonan yang tidak sedetikpun memunculkan kata bosan. Sebagai teman menonton, musiknya juga berperan besar menambah kenikmatan saya menyelesaikan petualangan bersama Paprika.



Poin terkuat dalam Paprika bagi saya tidak terletak pada genre sci-fi atau pada ceritanya yang cenderung membingungkan (saya menontonnya dua kali dan saya bohong kalau mengatakan saya menangkap seratus persen mengenai apa yang terjadi di layar) tapi pada representasi visualnya. Indah, gila, menakjubkan, saya kehabisan kata-kata untuk mengekspresikan film ini. Madhouse Studios bertanggung jawab untuk menggarap Paprika dan studio ini (ditambah dengan kekreatifan Satoshi Kon) mungkin adalah satu-satunya kekuatan animasi di Jepang yang mampu mengimbangi fantasi dari Studio Ghibli. Tahu tidak bahwa kedua kalinya saya menonton film ini bukan karena saya hendak mengerti jalan ceritanya tapi hendak menikmati visual feast yang ditawarkan untuk mata ini.


“Paprika” adalah bukti nyata bahwa dengan animasi, semua cerita bisa divisualisasikan. Ledakan kupu-kupu dari tubuh manusia, manusia merobek wajah manusia lainnya dengan tangan kosong, ribuan mainan menginvasi jalanan di perkotaan, semua adegan itu dapat terjadi dan dapat terlihat indah berkat animasi. Keajaiban animasi dalam film ini juga bisa dilihat dari nyatanya dunia yang diciptakan dalam Paprika. Setiap objek yang muncul dalam frame digambar dengan sangat detil dan dianimasi dengan halus sehingga objek tersebut terlihat hidup dan keberadaannya dalam frame itu pun terasa signifikan. Boleh dibilang kedetilan dan keindahan gambar dalam Paprika menyamai level kualitas dalam film animasi Studio Ghibli misalnya Spirited Away, karya Hayao Miyazaki.

Meskipun ini film animasi, film ini bukan film untuk semua umur seperti stereotype masyarakat terhadap genre animasi. Bukan hanya karena ada nudity di dalamnya, tapi juga ceritanya yang mungkin hanya bisa dimengerti oleh orang-orang yang sudah remaja. Film ini cocok bagi orang-orang yang mengapresiasi anime, genre fantasi, genre science fiction, genre thriller, dan genre misteri. Jika kamu butuh hiburan mata yang juga bisa menggelitik pikiran, Paprika is for you. And before I leave, this is where I warn you about its addictive nature: it’s the kind of movie you’ll watch multiple times, both in reality and in your dreams. Pada akhirnya menonton Paprika sama seperti bermimpi. Sulit mendeskripsikannya dengan kata-kata gamblang tetapi satu hal yang pasti. Saya telah bermimpi indah.

Trailer:





Paprika (2006) Vs. Inception (2010) ?

 
 
 
 

Note: Bila ada di antara kalian yang bertanya bagaimana perbandingan film ini dengan Inception. Jawabannya: tidak bisa dibandingkan. Walau sama-sama bertema mimpi, keduanya mengambil pendekatan yang amat jauh berbeda. Dan kedua-duanya sama orisinilnya.

Unknown

Tidak ada komentar:

Posting Komentar