Tak terasa, akhirnya Kakak sudah menginjak semester terakhirnya
sekolah di tempat ini. Aku membaringkan kepalaku di atas meja sambil melihat
sejauh mataku sanggup untuk menerawang. Tentu saja Kakak tak ada di sini,
mungkin dia lagi sibuk mengobrol dengan teman-teman sekelasnya di kelas tiga.
"Padahal jarak kita cuman satu kelas..." kilahku.
"Heh! Ngapain melamun? Masih pagi lho."
Duh, sial! Lagi-lagi dia menjitak kepalaku dari samping! Kalau saja jaket merahnya tidak kelihatan mungkin aku sudah
balik membalas.
"Erghhh, biarin ah!"
dan aku pun teringat lagi akan beberapa menit yang lalu.
"Ahhh, bikin gugup!!" Entah bagaimana tiba-tiba
tanganku refleks dengan kasar menggaruk-garuk rambut panjang yang sudah kusisir
serapi mungkin sebelum kemari begitu mengingat Kakak lagi.
"Sudahlah, yang penting suratnya sudah masuk kan?"
si gadis manis yang rambutnya dipangkas pendek setengah leher itu cekikikan.
Duh, dia tahu rupanya.
"U-uuuuuuu..." Kalau saja bukan merah padam,
mungkin wajahku sudah jadi hitam gosong ketika aku hanya bisa malu-malu membalas
omongannya yang langsung main tembak itu. "Dia baca nggak ya..."
"Sudahlah, jangan dibawa gugup. Nanti dianya keburu dibawa
lari kalo kamu ga tepat janji."
Ia sudah mengenalku sama lamanya seperti aku mengenalnya sejak SMP. Optimis dan bersemangat, namun sesekali tak percaya dirian. Mungkin kebetulan aja kali ini moodnya lagi bagus.
Ia sudah mengenalku sama lamanya seperti aku mengenalnya sejak SMP. Optimis dan bersemangat, namun sesekali tak percaya dirian. Mungkin kebetulan aja kali ini moodnya lagi bagus.
Uukkhhhh, gimana seharusnya aku berhadapan sama Kakak nanti?
ini kali pertama aku mengirim surat cinta untuk orang lain.
"Err.. pak guru udah masuk lho.." Gadis itu
menepuk punggungku sebelum duduk di bangku sebelah kiriku.
"Uhhh bagaimana iniiii..." Pikiranku masih
melayang-layang ke wajah menawan Kakak yang terlihat keren dengan seragam
sekolahnya biarpun tanganku sudah mengambil buku pelajaran di bawah meja.
------------------------------------------------
Yes! sudah jam tiga sore! waktunya cepat-cepat beres dan turun
ke belakang ged---
"Eit, tunggu sebentar."
Tiba-tiba tanganku ditarik
"Eh? Apa? Ada apa?" Aku bertanya kebingungan.
Si ketua kelas membenarkan kacamatanya sambil menatapku sinis.
Ukh, mukanya makin terlihat ngeselin di saat-saat penting begini.
"Kamu lupa kalau kita ada pertemuan dengan OSIS, wakil ketua?"
"Ah-itu, euhh...tolong." Aku terbata-bata, nggak
mungkin aku bakal langsung membocorkan hal ini kepadanya. Ah, bukan. Dibocorkan
juga percuma. Tabiatnya sudah begitu.
"Hari iniiii aja, gapapa kalo aku bolos ya? Ada hal
yang lebih penting hari ini."
"Nggak boleh"
"YAAAAHHHHHHHHHHHH JANGAN GITU DONG. TANGANKU JANGAN DISERET. JANGAN SAMPAI TELAT JANJIAN" teriakku dalam batin.
------------------------------------------------
Aduh, jadi jam empat! Masa bodoh dengan tas yang ketinggalan
di ruang rapat, aku langsung berlari menuruni tangga dan keluar gedung,
disambut oleh sinar yang masih silau di balik langit-langit yang merah
kecoklatan.
Nafasku memburu, keringatku mulai mengucur. Entah mengapa
aku sudah tak memperhatikan rambutku yang sudah tidak tertata rapi lagi ketika
aku sampai ke belakang gedung olahraga,
Untuk bertemu dengan Kakak,
Yang sedang membelakangiku dan mendekap seseorang...
...apa?
Kenapa dia tidak sendirian?
Kenapa dia membelakangiku?
Sepasang mata itu seakan menertawakan diriku.
Ini bukan mimpi kan?
Kok tiba-tiba bisa begini?
"Sudahlah, jangan dibawa gugup. Nanti dianya keburu dibawa
lari kalo kamu ga tepat janji."
Ah, begitu....
"Pantas saja..." Demikian kalimat yang ingin ku
katakan.
Tapi kenyataannya bibirku seakan terkunci rapat dan hanya bisa
tergagap tanpa suara.
"Ah, Ahh....Ag-" Aku hanya bisa melangkah mundur,
tanpa sadar kedua pipiku sudah basah oleh keringat dan tangisan.
Nafasku menjadi sesak begitu gadis yang mendekap Kakak memicingkan
matanya lagi, dan menahan kepala Kakak. Mempertahankan kedua bibir mereka yang bersentuhan.
"K-k..." Suaraku hilang sama sekali ketika aku
melangkah lunglai, melangkah sejauh mungkin dari kenyataan di depan mataku.
Jaket merah yang mendekap Kakak semakin memeluknya erat, dan Kakak terlihat menikmati ciuman itu.
“Kak, kakak baca surat cinta temanku kan?”


Tidak ada komentar:
Posting Komentar