9.05 : "Temui aku di taman belakang sekolah, jam 3 sore. Ada yang ingin kukatakan padamu"
Kugenggam surat yang kutemukan di
bawah laci mejaku, dan menatapnya perlahan. Ini adalah surat ketiga yang
kuterima minggu ini. Tulisan yang sama, kalimat yang sama, dan masih tanpa
nama. Aku mulai berpikir bahwa orang ini benar-benar serius ingin mengatakan
sesuatu. Kumasukkan surat itu ke kantong celanaku, kemudian melanjutkan gambar
yang dari tadi kubuat selama pelajaran.
*** 
12.10 : "Bokir, apakah kamu mau makan
siang bersamaku? Aku membuatkan ini untukmu"
Terlihat seorang gadis datang
membawa dua buah kotak bekal. Namanya Suketi. Ia tersenyum melihatku yang
terlihat sangat lelah. Ia adalah cewek pertama yang kukenal saat masuk sekolah
ini. Ia adalah teman sekelasku, dan duduk disebelahku. Dia adalah orang yang
sangat pendiam, dan tidak memiliki banyak teman. Bahkan, mungkin hanya akulah
yang dianggapnya sebagai "teman" di sekolah ini.
Kebetulan, aku tidak bawa banyak
uang.
"Hmm.... baik----"
"Ah, Bokir. Disini kamu
rupanya. Teman-teman mencarimu.
"Ayo cepat ke kantin!",
kata kedua orang yang tiba-tiba masuk ke kelas dan menyeretku dari meja. Aku
hanya bisa menghela nafas sambil menatap Suketi. Terlihat ada raut kekecewaan
di wajahnya.
***
12.45 : "Yak, pelajarannya sampai
disini dulu. Untuk tugas di rumah, kerjakan halaman 31-35, besok
dikumpulkan", kata Pak Guru di akhir pelajaran.
PR adalah hal yang dibenci semua
murid, termasuk aku.
Andai ada alat yang bisa
mengerjakan PR sendiri, mungkin hidup ini akan terasa lebih indah.
"Ah, masih satu jam lagi.
Menunggu itu memang sangat membosankan", gerutuku.
"Hey Bokir, sedang apa kamu?
Apakah kamu mau bermain basket bersama kami? Kami kekurangan orang"
Sepertinya Tuhan mendengarkan
keluhanku. Tiba-tiba beberapa orang dari klub basket menawariku untuk bermain
dengan mereka, karena banyak anggotanya yang tidak hadir.
"Baiklah, aku sedang bosan
menunggu. Apakah ada baju cadangan?"
Aku berlari-lari kecil ke ruang
klub.
"Sudah lama aku tidak bermain
basket", gumamku dalam hati
*** 
17.00 : "Bokir, terima kasih banyak
ya. Ternyata kamu sejago ini. Harusnya dari dulu kamu masuk klub basket",
kata kapten tim.
"Aku tidak begitu suka
bergabung dengan kegiatan klub, haha. Terima kasih banyak ya, lain kali ajak
aku lagi"
Aku meninggalkan ruangan klub dan
menuju vending machine terdekat, untuk membeli jus. Kurogoh kantong celanaku
dan menemukan selembar uang dan...... sebuah surat.
"Astaga, aku lupa! Dan sekarang
sudah jam 5. Sial, kenapa aku begitu bodoh?"
Aku berlari menuju taman yang
dimaksud di dalam surat itu. Tidak ada siapa-siapa disana. Kucoba berteriak
memanggil siapapun yang mungkin mendengarku, tapi tidak ada jawaban. Saat ku
akhirnya menyerah dan bergegas pulang, aku melihat sepucuk surat di antara
bunga melati. Surat tanpa nama, dengan amplop yang sama dengan surat yang
kuterima akhir-akhir ini. Kuberanikan diri untuk membuka surat itu dan mulai
membaca :
Dear Bokir,
Aku berharap bahwa kamu akan
datang hari ini, tapi sepertinya kamu ada keperluan lain yang tidak bisa
dibatalkan. Jadi aku menulis surat ini. 
Pertama kali kita bertemu ialah beberapa jam sebelum sambutan penerimaan siswa baru. Kamu menggendongku ke sekolah karena kakiku terkilir. Kamu juga yang menemaniku di ruang UKS, saat aku pingsan setelah pelajaran olahraga. Sejak saat itu, aku merasa bahwa kamu adalah orang yang paling aku suka. Tapi nampaknya, bukan hanya aku yang berpikiran begitu. Aku tidak dapat menghitung banyaknya cewek dari kelas sebelah yang menyatakan cintanya kepadamu, yang akhirnya kamu tolak secara dingin. Aku semakin takut untuk menyatakan cintaku kepadamu.
Pertama kali kita bertemu ialah beberapa jam sebelum sambutan penerimaan siswa baru. Kamu menggendongku ke sekolah karena kakiku terkilir. Kamu juga yang menemaniku di ruang UKS, saat aku pingsan setelah pelajaran olahraga. Sejak saat itu, aku merasa bahwa kamu adalah orang yang paling aku suka. Tapi nampaknya, bukan hanya aku yang berpikiran begitu. Aku tidak dapat menghitung banyaknya cewek dari kelas sebelah yang menyatakan cintanya kepadamu, yang akhirnya kamu tolak secara dingin. Aku semakin takut untuk menyatakan cintaku kepadamu.
Sudah dua tahun kita sekelas,
dan aku tidak dapat menyangkal bahwa aku selalu memperhatikanmu. Saat kamu menggambar,
tertidur di kelas, dan bahkan saat kamu terjatuh saat mengembalikan anak burung
yang terjatuh dari sarang. Tapi aku takut. Aku takut ditolak seperti
cewek-cewek yang selama ini mendatangimu.
Pada akhirnya, aku tidak bisa
menahannya lagi Aku tidak mau menyiksa diriku sendiri. Oleh karena itu,
kuberanikan menulis surat untukmu dan kuselipkan di bawah mejamu.
Tapi, sepertinya itu tidak
menarik untukmu.
Hari ini, aku berencana untuk
menyatakan perasaanku saat makan siang denganmu, dengan makan siang yang
kubuatkan untukmu. Tapi sekali lagi, kepopuleranmu membuat rencanaku gagal.
Yah, mungkin Tuhan punya rencana lain.
Bokir...
Saat kamu sampai di akhir surat
ini, mungkin aku sudah sangat terlambat untuk meyatakan perasaanku. Malaikat
maut sebenarnya telah menetapkan tanggal kematianku, yaitu tiga hari yang lalu.
Dan hari ini adalah hari terakhir yang diberikannya kepadaku, yang ingin
bertemu denganmu untuk yang terakhir kalinya. Tapi apa boleh buat, Tuhan punya
rencana yang terbaik untuk kita.
Bokir...
Terima kasih. Atas semua yang
kamu lakukan untukku. Atas semua kebaikan yang kamu berikan kepadaku. Atas
semua pengalaman yang kita alami. Dan atas semua hal yang kamu ajarkan
kepadaku. Aku sangat bersyukur dapat bertemu denganmu.
Salam, Suketi. 

Tidak ada komentar:
Posting Komentar